
Tuban Pos – Menteri Perdagangan, Budi Santoso, mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini belum melakukan proses aksesi untuk menjadi anggota penuh BRICS, meskipun negara ini telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan blok ekonomi tersebut. Dalam penjelasannya, Budi menyebutkan bahwa posisi Indonesia di BRICS saat ini masih sebagai observer, yang berarti Indonesia hanya mengikuti perkembangan dan berpartisipasi dalam diskusi tanpa menjadi anggota penuh. Ia menambahkan bahwa meskipun Indonesia menunjukkan ketertarikan untuk menjadi bagian dari BRICS, proses aksesi sebagai anggota belum dilaksanakan.
BRICS adalah kelompok negara besar yang didirikan pada tahun 2006, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Seiring waktu, keanggotaan BRICS berkembang dengan memasukkan beberapa negara baru, termasuk Ethiopia, Iran, Mesir, dan Uni Emirat Arab. Budi juga menyoroti bahwa forum kerja sama BRICS tidak memiliki skema perjanjian penurunan tarif secara multilateral, yang mungkin menjadi salah satu pertimbangan Indonesia dalam memilih untuk menjajaki kerja sama ekonomi melalui saluran lain yang lebih sesuai.
Meski demikian, Indonesia tetap berupaya untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dengan negara-negara anggota BRICS melalui berbagai perjanjian perdagangan bilateral. Budi Santoso menjelaskan bahwa Indonesia sudah menjalin perjanjian dagang dengan beberapa negara anggota BRICS, termasuk India dan China. Indonesia memiliki perjanjian dagang dengan India melalui ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) serta dengan China melalui ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Kedua perjanjian ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memperkuat hubungan perdagangan dan meningkatkan aliran barang dan jasa antara Indonesia dengan negara-negara tersebut.
Selain itu, Indonesia juga sedang dalam tahap finalisasi perjanjian dagang dengan negara-negara Eurasia, seperti Rusia, Belarusia, Armenia, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan, melalui perjanjian Eurasia-CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement). Perjanjian ini diperkirakan akan selesai dalam dua bulan ke depan dan diharapkan dapat memperluas akses pasar Indonesia ke kawasan Eurasia yang memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Perjanjian-perjanjian ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia belum menjadi anggota penuh BRICS, negara ini tetap aktif berupaya menjalin hubungan dagang dengan negara-negara yang memiliki potensi ekonomi besar.
Budi Santoso juga menambahkan bahwa Indonesia saat ini telah memiliki 11 perjanjian bilateral yang telah diimplementasikan, sementara 17 perjanjian lainnya masih dalam tahap negosiasi. Selain itu, ada 13 perjanjian yang berada dalam tahap awal penjajakan, dan 27 perjanjian lainnya sedang dalam proses untuk diberlakukan secara resmi. Semua perjanjian ini bertujuan untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah perdagangan internasional dan mendukung pembangunan ekonomi domestik.
Pada KTT BRICS Plus yang berlangsung di Kazan, Rusia, pada 23-24 Oktober lalu, Indonesia secara resmi menyatakan minatnya untuk bergabung dengan BRICS. Dalam pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menegaskan bahwa prioritas kerja sama dalam BRICS sangat selaras dengan program-program kerja pemerintah Indonesia, seperti ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan, serta pemajuan dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk terus meningkatkan hubungan dengan negara-negara besar dunia, baik melalui BRICS maupun saluran ekonomi lainnya. Keinginan Indonesia untuk memperkuat kerjasama ekonomi dengan negara-negara anggota BRICS sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya berfokus pada kerjasama dengan negara-negara besar di Asia, tetapi juga dengan negara-negara yang memiliki pengaruh besar di dunia.