Debat Pilgub Sumbar: Isu Gender, Disabilitas, dan Perlindungan Hutan Jadi Sorotan Utama

Debat Pilgub Sumbar: Isu Gender, Disabilitas, dan Perlindungan Hutan Jadi Sorotan Utama

Tuban Pos – Isu gender dan disabilitas menjadi salah satu topik penting dalam debat publik antara calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Barat (Sumbar) pada Selasa (19/11). Debat tersebut diikuti oleh dua paslon, nomor urut satu Mahyeldi-Vasko Ruseimy dan nomor urut dua Epyardi Asda-Ekos Albar. Salah satu pertanyaan yang diajukan dalam debat tersebut berkaitan dengan bagaimana kedua paslon akan mengutamakan gender, disabilitas, dan inklusi sosial dalam pembangunan infrastruktur dasar di Sumbar.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Mahyeldi, calon gubernur petahana, mengungkapkan bahwa di bawah kepemimpinannya, Sumbar sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mendukung pembangunan ramah disabilitas dan mendukung pemberdayaan perempuan. “Alhamdulillah, di Sumbar sudah ada Perda yang mengatur tentang bangunan yang ramah disabilitas dan perempuan. Dengan peraturan ini, kami dapat memberikan hak-hak kepada disabilitas dan perempuan,” ujarnya. Mahyeldi juga menekankan bahwa infrastruktur yang dibangun di Sumbar sudah mempertimbangkan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas. Tidak hanya itu, Mahyeldi berencana mendorong kabupaten dan kota di Sumbar untuk memastikan bahwa fasilitas umum seperti kendaraan, rumah ibadah, dan sekolah juga ramah disabilitas.

Lebih lanjut, Mahyeldi menyatakan bahwa dalam sektor pendidikan, ia akan mendorong agar sekolah-sekolah menjadi lebih inklusif, memungkinkan anak-anak penyandang disabilitas untuk belajar bersama dengan anak-anak lainnya. Ia juga menambahkan bahwa kedepannya, ia akan berusaha untuk meningkatkan kegiatan yang lebih baik lagi dalam pemberdayaan perempuan dan disabilitas di Sumbar.

Namun, Epyardi Asda, calon gubernur nomor urut dua, merespons dengan kritikan terhadap implementasi Perda tersebut di Sumbar. Epyardi menyatakan bahwa meskipun Perda sudah ada, namun implementasinya belum terwujud dengan baik, terutama karena tidak adanya anggaran yang khusus untuk disabilitas atau gender di Sumbar. “Saat ini Perda sudah ada, tetapi implementasinya belum ada, dan tidak ada anggaran yang khusus untuk disabilitas ataupun gender di Sumbar,” ujarnya.

Epyardi menambahkan bahwa jika terpilih nanti, ia akan memastikan implementasi Perda yang ada berjalan dengan baik. Sebagai contoh, di Kabupaten Solok yang dipimpinnya, Epyardi menyoroti bahwa lebih banyak kepala dinas perempuan daripada laki-laki. Ia juga menyebutkan bahwa istrinya diusulkan untuk menjadi bupati karena ingin memberikan peran lebih besar kepada wanita dalam pembangunan di Sumbar. Epyardi berjanji akan memberikan penghidupan yang layak serta kesempatan ekonomi yang lebih baik bagi penyandang disabilitas di Sumbar jika terpilih.

Merespon pernyataan tersebut, Vasko Ruseimy, wakil dari pasangan Mahyeldi, mengkritik pernyataan Epyardi yang dinilai lebih fokus pada pemberdayaan perempuan dari kalangan keluarga sendiri. “Tadi yang saya tanggapi dari pernyataan Pak Epi, kenapa yang saya dengar hanya untuk pasangan perempuan anggota keluarga Pak Epi saja, sementara masyarakat Sumbar wanita sangat banyak. Wanita-wanita lain juga membutuhkan uluran tangan pemerintah dalam pemberdayaan, bukan hanya memberikan jabatan penting kepada wanita dari keluarga sendiri,” ujar Vasko, menyoroti pentingnya kebijakan yang lebih inklusif bagi perempuan di Sumbar secara umum, bukan hanya yang terkait dengan keluarga Epyardi.

Selain isu gender dan disabilitas, debat tersebut juga membahas topik penting lainnya, yaitu deforestasi dan degradasi hutan. Epyardi menanggapi pertanyaan tentang program untuk melindungi kawasan hutan dari ancaman deforestasi dengan menyatakan bahwa salah satu langkah yang akan diambil adalah melakukan seleksi dan revisi terhadap semua perizinan. “Kami tidak ingin lagi ada kecerobohan-kecerobohan yang terjadi, seperti memberikan izin untuk perambahan hutan yang tidak tepat. Kami akan melakukan pemetaan dan meninjau kembali izin-izin yang telah dikeluarkan,” ujarnya.

Namun, Mahyeldi membantah bahwa perizinan hutan di Sumbar dilakukan sepenuhnya di provinsi, dan menegaskan bahwa perizinan tersebut dilakukan secara bertahap di berbagai tingkat pemerintahan. “Perlu diketahui bahwa izin-izin di provinsi dilakukan bertahap, dan saya tegaskan bahwa izin yang diberikan untuk perambahan hutan di Solok itu berasal dari kabupaten,” kata Mahyeldi.

Mahyeldi juga menyatakan bahwa Sumbar merupakan salah satu provinsi dengan tingkat pemanfaatan perhutanan sosial yang tinggi. “Ada 311.000 hektare hutan yang dimanfaatkan untuk budidaya, perkebunan, dan pariwisata. Rasio masyarakat Sumbar yang terlibat dalam pemanfaatan perhutanan sosial juga sangat rendah, yang berarti masyarakat Sumbar mendapat manfaat langsung dari sumber daya alam ini,” tambahnya.

Epyardi menanggapi Mahyeldi dengan tegas, menyebutnya sebagai pembohong besar terkait izin tambang ilegal yang dikeluarkan di provinsi. “Pak Mahyeldi memang pembohong luar biasa, karena izin yang diberikan untuk merambah hutan itu ada di provinsi, coba lihat datanya. Di Solok, beliau yang mengeluarkan izin untuk perambahan hutan,” ujarnya, menantang Mahyeldi untuk memverifikasi klaimnya.

Perdebatan mengenai isu-isu penting ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan keberlanjutan dalam kebijakan pembangunan di Sumbar. Kedua paslon berusaha meyakinkan publik bahwa mereka memiliki program yang tepat untuk menghadapi tantangan yang ada, baik dalam hal pemberdayaan perempuan, disabilitas, maupun perlindungan lingkungan. Waktu akan membuktikan siapa yang dapat melaksanakan janji-janji tersebut demi kemajuan Sumatera Barat.

You might like

About the Author: admin 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *