
Tuban Pos – Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, memaparkan dua konsep kerja inovatif yang ia sebut sebagai “Idola” dan “Gatot Kaca” dalam uji kelayakan (fit and proper test) yang digelar oleh Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 18 November 2024. Kedua konsep tersebut dirancang Fitroh sebagai strategi untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Konsep Idola: Pilar Integritas KPK
Fitroh memulai presentasinya dengan memperkenalkan konsep “Idola,” yang merupakan singkatan dari Integritas, Dedikasi, Objektif, Loyalitas, dan Adil. Ia menggambarkan konsep ini sebagai sebuah piramida yang menjadi fondasi bagi KPK dalam menjalankan tugasnya. Menurut Fitroh, langkah pertama dalam memberantas korupsi adalah dengan memastikan adanya integritas pada setiap individu di lembaga tersebut.
“Idola itu saya gambarkan sebagai piramida, dimulai dari dasar hingga puncaknya. Fondasi utama sistem untuk memberantas korupsi haruslah integritas,” jelas Fitroh. Ia menekankan bahwa integritas tidak hanya harus dimiliki oleh para pimpinan KPK, tetapi juga oleh semua elemen di dalam lembaga tersebut.
Selain integritas, ia menyoroti pentingnya dedikasi. Menurut Fitroh, dedikasi adalah bentuk pengorbanan yang melibatkan tenaga, pikiran, dan waktu demi pencapaian tujuan KPK yang lebih besar. “Dedikasi menunjukkan sejauh mana seseorang siap berkorban untuk menegakkan hukum dan keadilan,” ujarnya.
Aspek lain yang disorot Fitroh adalah objektivitas. Ia menilai bahwa bersikap objektif merupakan tantangan besar dalam penanganan kasus korupsi, terutama dalam menjaga netralitas dan bebas dari konflik kepentingan. “Objektif berarti mampu berpikir jernih tanpa terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau kelompok,” kata Fitroh.
Selanjutnya, Fitroh menekankan pentingnya loyalitas dalam melaksanakan tugas di KPK. Menurutnya, tanpa loyalitas, tujuan akhir dari konsep Idola, yaitu keadilan, akan sulit tercapai. “Loyalitas adalah komitmen untuk mematuhi dan menjalankan prinsip serta tujuan organisasi secara konsisten,” ungkapnya.
Puncak dari piramida Idola adalah tercapainya keadilan. Fitroh menegaskan bahwa keadilan harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. “Tujuan akhir kita adalah mewujudkan keadilan bagi semua, karena itu adalah esensi dari tugas negara,” tuturnya.
Konsep Gatot Kaca: Gerak Cepat dan Sinergi
Selain konsep Idola, Fitroh juga menawarkan konsep kerja “Gatot Kaca,” yang merupakan akronim dari Gerak cepat, Totalitas, Komprehensif, Adaptif, Cerdas, dan Amanah. Konsep ini diambil dari karakter Gatot Kaca dalam mitologi pewayangan, yang dikenal sebagai sosok yang kuat, tangguh, dan cepat bertindak dalam menghadapi lawan.
“Ketika saya memaparkan konsep ini, saya ingin KPK memiliki kinerja seperti Gatot Kaca. Sebuah pendekatan yang cepat, total, dan adaptif,” kata Fitroh. Ia menjelaskan bahwa KPK harus mampu bergerak cepat dalam penanganan kasus, melakukan penyelidikan secara menyeluruh, dan bersikap adaptif terhadap berbagai situasi dan tantangan yang dihadapi.
Totalitas dalam konsep ini mengacu pada dedikasi penuh dari seluruh elemen KPK dalam setiap tahapan penanganan kasus. Komprehensif berarti bahwa penyelidikan harus dilakukan secara menyeluruh dan mendalam, memastikan tidak ada celah bagi pelaku korupsi untuk lolos. Adaptif berarti KPK harus siap menyesuaikan diri dengan perkembangan metode dan modus korupsi yang semakin kompleks.
“Cerdas dan amanah adalah dua sifat terakhir yang menjadi penutup dari konsep Gatot Kaca. KPK harus cerdas dalam strategi dan amanah dalam melaksanakan tugas agar tetap dipercaya oleh publik,” imbuh Fitroh.
Sinergi dengan Pandawa Lima
Lebih lanjut, Fitroh memperkenalkan gagasan “Pandawa Lima” sebagai simbol sinergi antara KPK dan lembaga penegak hukum lainnya. Dalam mitologi pewayangan, Pandawa Lima terdiri dari lima tokoh yang memiliki karakter dan kekuatan unik. Fitroh mengibaratkan Pandawa Lima sebagai simbol kerja sama antara KPK dan lima institusi penting: Polri, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Arjuna, yang dikenal sebagai pelindung, diibaratkan sebagai Polri. Yudistira, dengan kebijaksanaannya, mewakili Kejaksaan. Bima, yang mampu menjangkau semua lini, diibaratkan sebagai PPATK. Sedangkan Nakula dan Sadewa, yang teliti dan kritis, mewakili BPK dan BPKP,” jelas Fitroh.
Ia menegaskan pentingnya sinergi antara KPK dan lembaga-lembaga tersebut untuk menciptakan koordinasi yang lebih efektif dalam pemberantasan korupsi. “Mesra dalam arti bersinergi. Tanpa kerja sama yang erat dengan Pandawa Lima, pemberantasan korupsi tidak akan maksimal,” tutup Fitroh.
Dengan konsep Idola dan Gatot Kaca yang ia tawarkan, Fitroh Rohcahyanto berharap dapat membawa angin segar bagi KPK dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga antikorupsi tersebut. Ia meyakini bahwa dengan pendekatan yang berfokus pada integritas, keadilan, gerak cepat, dan sinergi lintas lembaga, KPK akan mampu menghadapi tantangan korupsi yang semakin kompleks dan dinamis di masa depan.