Pemetaan Kerawanan TPS dalam Pemilu 2024: Strategi Pencegahan dan Pengawasan

Pemetaan Kerawanan TPS dalam Pemilu 2024: Strategi Pencegahan dan Pengawasan

Tuban Pos – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah melakukan pemetaan terhadap potensi kerawanan di tempat pemungutan suara (TPS) yang berpotensi mengganggu jalannya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengantisipasi gangguan atau hambatan yang mungkin terjadi di TPS, sehingga proses pemungutan suara dapat berjalan lancar dan demokratis.

Pemetaan kerawanan ini melibatkan analisis terhadap delapan variabel dan 25 indikator yang diambil dari data lebih dari 73.000 kelurahan dan desa di 36 provinsi di Indonesia (termasuk daerah yang tidak melibatkan Papua Tengah dan Papua Pegunungan). Pemantauan ini dilakukan dari tanggal 10 hingga 15 November 2024, yang memberikan gambaran lebih jelas tentang potensi masalah yang bisa muncul pada hari pemungutan suara.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menjelaskan bahwa pemetaan kerawanan ini mengidentifikasi sejumlah indikator yang perlu diperhatikan. Beberapa indikator tersebut terkait dengan masalah administratif pemilih, seperti pemilih yang tidak memenuhi syarat namun terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), pemilih yang berpindah tempat tinggal, serta pemilih yang terdaftar meski seharusnya tidak memenuhi syarat, seperti mereka yang sudah meninggal dunia atau beralih status menjadi anggota TNI/Polri. Selain itu, ada juga potensi masalah terkait penyelenggara pemilihan yang bertugas di luar domisili mereka, pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT, dan riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU).

Selain masalah administratif, kerawanan juga bisa terkait dengan faktor keamanan, seperti riwayat kekerasan atau intimidasi di TPS, serta potensi terjadinya politik uang dan polarisasi berbasis SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Netralitas penyelenggara pemilu, seperti aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI/Polri, kepala desa, dan perangkat desa, juga menjadi perhatian penting. Indikator lain yang diidentifikasi adalah masalah logistik, seperti kerusakan atau kekurangan logistik pemilu, keterlambatan distribusi, atau kelebihan barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

Pemetaan ini juga mengungkap beberapa potensi kerawanan yang lebih spesifik, seperti lokasi TPS yang sulit dijangkau, rawan bencana alam, atau berada dekat dengan fasilitas pendidikan, pabrik, atau rumah calon pasangan, yang bisa mempengaruhi pemilih. Masalah jaringan listrik dan internet juga tercatat sebagai potensi hambatan yang dapat mengganggu jalannya pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS.

Terdapat enam indikator utama yang paling banyak ditemukan, yaitu pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT, pemilih yang tidak memenuhi syarat namun tetap terdaftar di DPT, pemilih pindahan, penyelenggara pemilu yang bertugas di luar domisili, kendala jaringan internet, dan potensi pemilih yang memenuhi syarat namun tidak terdaftar di DPT. Sementara itu, ada 16 indikator lainnya yang juga perlu diperhatikan, meskipun tidak sebanyak indikator utama. Beberapa contoh masalah ini meliputi TPS yang berada di wilayah rawan bencana, kendala aliran listrik, riwayat intimidasi terhadap penyelenggara, hingga praktik politik uang di sekitar TPS.

Ada pula tiga indikator yang lebih jarang terjadi, namun tetap harus diwaspadai, seperti praktik menghina atau menghasut antar pemilih terkait isu SARA, petugas KPPS yang terlibat kampanye untuk pasangan calon, dan penolakan terhadap penyelenggaraan pemungutan suara. Meskipun angkanya lebih kecil, ketiga hal ini dapat menimbulkan dampak yang signifikan pada hari H Pemilu.

Untuk mengatasi potensi kerawanan ini, Bawaslu telah merumuskan beberapa strategi pencegahan yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari penyelenggara pemilu, pemerintah, aparat penegak hukum, hingga masyarakat. Di antaranya adalah patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dengan berbagai pihak terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, serta kolaborasi dengan pemantau pemilu dan organisasi masyarakat. Selain itu, Bawaslu juga memastikan ketersediaan logistik pemilu di TPS, pengawasan langsung terhadap pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, serta akurasi data pemilih.

Bawaslu juga menyarankan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menginstruksikan kepada jajaran PPS dan KPPS agar mereka dapat melakukan langkah antisipasi terhadap kerawanan yang telah dipetakan. Koordinasi dengan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan tokoh masyarakat juga sangat penting untuk mengurangi potensi gangguan di TPS. Salah satu langkah penting adalah memastikan distribusi logistik tepat waktu (H-1) dan sesuai kebutuhan, serta memastikan bahwa pelaksanaan pemungutan suara berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pemetaan kerawanan TPS ini diharapkan dapat membantu menciptakan pemilu yang lebih aman dan lancar. Dengan adanya langkah-langkah antisipasi yang matang, diharapkan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi pada hari pemungutan suara dapat diminimalisir, dan proses demokrasi berjalan dengan baik tanpa gangguan. Bawaslu pun terus berkomitmen untuk melakukan pengawasan yang ketat guna memastikan pemilu yang jujur, adil, dan transparan.

You might like

About the Author: admin 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *