
Tuban Pos – Qatar telah mengonfirmasi bahwa kantor Hamas di Doha ditutup secara permanen, dan para pemimpin kelompok perlawanan Palestina tersebut tidak lagi berada di negara tersebut. Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar pada hari Selasa, 19 November 2024. Menurutnya, keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan bahwa kantor Hamas yang ada di Doha sejak tahun 2012, berfungsi untuk mendukung proses negosiasi antara kelompok tersebut dan pihak-pihak lain, terutama Israel. Namun, dengan tidak adanya proses mediasi atau pembicaraan yang berlangsung, kantor tersebut tidak lagi memiliki peran atau fungsi yang relevan.
Juru bicara tersebut mengungkapkan, “Seperti yang Anda ketahui, mereka (pemimpin Hamas) sering berpindah-pindah dari satu ibu kota ke ibu kota lainnya. Saya tidak ingin menjelaskan lebih lanjut tentang hal ini,” mengacu pada mobilitas para pemimpin Hamas. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa keputusan untuk menutup kantor Hamas secara permanen adalah keputusan yang akan diumumkan oleh pihak Qatar, dan tidak seharusnya dijadikan bahan spekulasi oleh media. “Keputusan ini tidak seharusnya menjadi bahan spekulasi media,” tambahnya.
Sebelum penutupan ini, Qatar memainkan peran penting sebagai tuan rumah bagi biro politik Hamas dan menjadi tempat untuk memfasilitasi negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel. Selama bertahun-tahun, Doha telah menjadi titik pertemuan bagi berbagai pihak yang terlibat dalam upaya perdamaian di kawasan tersebut. Namun, dengan kondisi yang berubah dan ketegangan yang meningkat, khususnya setelah terjadinya serangan besar-besaran dari Israel terhadap Gaza pada Oktober 2023, Qatar memutuskan untuk menutup kantor tersebut.
Pada hari Senin, 18 November 2024, Hamas membantah laporan yang beredar di media Israel yang menyatakan bahwa para pemimpin mereka telah meninggalkan Qatar dan berpindah ke Turki. Mereka menggunakan platform Telegram untuk menanggapi isu tersebut, memastikan bahwa laporan tersebut tidak benar. Media Israel sebelumnya melaporkan bahwa sejumlah pemimpin Hamas telah meninggalkan Doha menuju Ankara, di mana Turki sering kali menjadi tempat perlindungan bagi anggota Hamas. Hal ini tidak mengherankan, mengingat Turki tidak menganggap Hamas sebagai organisasi teroris, berbeda dengan Israel, Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya yang secara resmi mengklasifikasikan Hamas sebagai kelompok teroris.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, juga telah secara terbuka mengungkapkan dukungannya terhadap Hamas, menyebutnya sebagai “gerakan perlawanan” dan mengutuk tindakan Israel yang dianggapnya sebagai pembantaian atau “perang genosida” terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Perang ini dimulai pada 7 Oktober 2023, dan hingga saat ini, lebih dari 43.000 warga Palestina dilaporkan telah tewas akibat serangan udara dan operasi militer Israel di wilayah tersebut.
Sebagai tambahan, Qatar dan Turki telah lama menjadi pendukung utama bagi Hamas, memberikan dukungan politik dan materi, meskipun kedua negara ini memiliki kebijakan luar negeri yang berbeda terkait dengan konflik Israel-Palestina. Qatar dikenal sebagai pihak yang lebih fokus pada diplomasi dan mediasi, sementara Turki, di bawah Erdogan, lebih sering mengungkapkan retorika yang tegas dan mendukung perlawanan terhadap Israel.
Keputusan Qatar untuk menutup kantor Hamas di Doha menandakan perubahan penting dalam hubungan negara-negara Teluk dengan kelompok perlawanan Palestina ini, yang selama ini menikmati dukungan signifikan dari negara-negara tersebut. Namun, meskipun kantor Hamas di Doha telah ditutup, kelompok tersebut masih tetap memiliki pengaruh dan tempat perlindungan di negara-negara lain, termasuk Turki, yang mungkin akan terus menjadi pusat aktivitas politik Hamas di masa depan.