
Tuban Pos – Setyo Budiyanto, salah satu calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memberikan tanggapan terkait pertanyaan Komisi III DPR RI mengenai urgensi Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan strategi lain yang dapat digunakan dalam penuntasan kasus korupsi. Dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Gedung DPR RI, Setyo mengungkapkan bahwa meskipun OTT tetap diperlukan, KPK harus lebih selektif dalam melaksanakannya, dengan fokus pada kasus-kasus besar dan penting.
Menurut Setyo, OTT adalah salah satu alat yang masih relevan digunakan oleh KPK, namun tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau dalam jumlah yang berlebihan. Dalam pandangannya, OTT perlu dijalankan dengan penuh pertimbangan, hanya untuk mengungkap kasus-kasus besar yang memiliki dampak signifikan. Dengan kata lain, OTT seharusnya hanya digunakan untuk kasus yang benar-benar membutuhkan pengungkapan segera, misalnya dalam hal tindak pidana yang berkaitan dengan pejabat tinggi atau kasus yang melibatkan ‘big fish’ (koruptor besar).
“OTT ini tidak perlu harus banyak, harus betul-betul selektif, prioritas, tapi masih diperlukan untuk saat ini,” ujar Setyo. Ia menekankan bahwa pelaksanaan OTT harus melalui proses yang sangat hati-hati, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan minimalkan potensi kesalahan yang bisa berujung pada kerugian institusi. “Betul-betul selektif, prioritas dalam rangka mengantisipasi hal-hal, misalnya praperadilan dan lain-lain,” tambahnya.
Lebih lanjut, Setyo menjelaskan bahwa penggunaan OTT harus dipikirkan secara matang agar bisa membuka perkara yang lebih besar. Artinya, OTT bukan hanya untuk menangkap pelaku pada saat itu juga, tetapi harus bisa membuka jalan untuk pengembangan lebih lanjut dan mengungkap jaringan atau korupsi yang lebih besar. Hal ini, menurut Setyo, adalah salah satu cara agar KPK bisa menyasar pelaku-pelaku korupsi dengan kapasitas yang lebih besar dan memiliki dampak jangka panjang terhadap pemberantasan korupsi.
“Ini diharapkan bisa membuka perkara yang bisa dikatakan nanti ya big fish begitu,” ungkap Setyo, yang mengindikasikan bahwa fokus KPK adalah membongkar kasus besar dengan memanfaatkan OTT sebagai salah satu instrumen yang ada.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, membuka agenda tahapan uji kelayakan capim dan calon dewan pengawas (cadewas) KPK masa jabatan 2024-2029 dengan menyampaikan pantun. Ia mengapresiasi semua capim dan cadewas KPK yang hadir dan menegaskan pentingnya mendukung KPK yang berintegritas. Rangkaian uji kelayakan capim dan cadewas KPK ini berlangsung dari Senin hingga Kamis, 18-21 November 2024, dengan rapat pleno untuk penetapan hasil uji kelayakan dijadwalkan pada Kamis, 21 November 2024. Namun, Habiburokhman mengungkapkan bahwa jadwal tersebut bisa saja dimajukan jika diperlukan.
“Jadi kami minta bapak/ibu stand by saja di sekitar Jakarta siapa tahu ada jadwal dimajukan,” kata Habiburokhman, yang memastikan bahwa proses uji kelayakan akan dilakukan secara menyeluruh untuk menilai calon-calon pemimpin KPK yang akan memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia. Setelah pengambilan nomor urut dan pembuatan makalah, tahapan selanjutnya adalah pendalaman terhadap 10 capim KPK pada siang harinya dan dilanjutkan dengan 10 cadewas KPK.
Proses ini diharapkan akan menghasilkan pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan siap membawa KPK ke arah yang lebih baik dalam memberantas korupsi di Indonesia. Dalam hal ini, anggota Komisi III DPR berharap bahwa calon pimpinan KPK memiliki strategi yang jelas, bukan hanya mengandalkan OTT, tetapi juga menggunakan pendekatan lain untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi yang semakin kompleks dan melibatkan berbagai pihak.
Secara keseluruhan, pembahasan mengenai OTT dan strategi penuntasan kasus korupsi menjadi salah satu isu penting yang dibahas dalam uji kelayakan ini. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun OTT masih dianggap penting dalam beberapa kasus, KPK harus lebih berhati-hati dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dapat memberi dampak positif dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia.